Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk apa-apa, ya cuma iseng aja sih, hehehe.
Gerakan politik para programmer, mungkin judulnya terlalu berlebihan ya. Berangkat dari pilkada yang diselenggarakan kemarin di beberapa daerah. Saya sempat mencermati di berbagai forum programmer baik itu di telegram, facebook maupun whatsapp, tidak ada satupun yang menggunakan forum tersebut untuk melakukan ajakan yang berbau politik.
Ada beberapa sebab, yang pertama bisa jadi kamu bakalan di kick dari grup itu oleh admin karena berbicara politik, hehehe. Yang kedua, programmer itu apatis dengan politik. Ah masa iya? Gampang sih indikatornya, yaitu seberapa banyak programmer yang ikut memilih dan yang jadi golput.
Ini sih saya berbicara dalam konteks orang IT khususnya programmer. Mungkin berbeda dengan hacker, cracker yang banyak didapati menggunakan kemampuannya untuk mengeluarkan uneg-uneg tentang politik, kadang dengan melakukan deface ataupun DDOS.
Menurut analisis ngawur saya, programmer ini mungkin prinsipnya “Lu Jual Gue Beli, Lu Jual Mahal Gue Gak Beli”
Tapi sebenarnya para programmer ini juga sering berdebat. Misalnya tentang kemampuan stack teknologi yang digunakan, framework PHP apa yang jago. Kadang lebih rame lagi kalau soal salary, maklumlah di Indonesia ini masih banyak juga bayar gaji programmer disamakan dengan tukang kebun, hahaha. Padahal programmer di switch ke pekerjaan tukang kebun bisa, sedangkan tukang kebun manalah bisa koding. Gak heran kalau programmer sudah “sadar” langsunglah terbang melanglang buana.
Tapi gerakan politik “Bela Programmer” ini sangat nihil. Paling juga kalau ada yang bernasib mengenaskan di tempat kerjanya ya dikatain bego sama temennya, hahaha.
Selain itu, programmer itu juga bukan karir yang bagus. Mana ada perguruan tinggi yang nulis opportunity untuk lulusannya jadi programmer? kagak ada. Paling yang ditulis jadi manajer IT, CTO buka start up.
Nah gara-gara itulah, banyak anak yang tidak tahan berkarir jadi programmer. Bayangkan kamu harus belajar seumur hidup karena teknologi pemrograman sangat dinamis. Gak heran di beberapa perusahaan sangat mengayomi yang namanya programmer, dibelikan buku lah, diikutkan seminar lah atau bahkan diikutkan workshop ke luar negeri.
Makanya, para programmer daripada berbicara politik, lebih baik dia prihatin aja, mawas diri.
Kesimpulannya, percuma ngomong politik ke para programmer karena jelas gak akan nyambung. Kalau dalam tatanan kelas, programmer ini masuk dalam kelas proletar. Sayangnya kesadaran kelas bersamanya gak ada, bukan kepentingan politik yang menyatukan tetapi teknologi. Maka tidak heran, kamu bakalan dikick kalau ngomong politik di forum-forum programmer.
ya udah, tulisan ini cuma analisa ngawur aja. Berdoa aja semoga tahun 2019 ada perwakilan dari programmer yang maju sebagai calon legislatif di Senayan yang memperjuangkan nasib para programmer.