Site icon arthanugraha.com

Peluang Bagi Penyedia Jasa Logistik Pasca Lebaran di Masa Pandemi Covid-19

Peluang bagi Penyedia Jasa Logistik Pasca Lebaran

Pada masa pasca lebaran, pada tahun-tahun sebelumnya yang biasa kita hadapi adalah kondisi dimana terjadi penurunan pengiriman barang baik yang ada di domestik maupun kegiatan ekspor dan impor. Hal tersebut biasanya terjadi setelah selama kurang lebih satu hingga dua bulan sebelumnya, produsen meningkatkan produksinya untuk menghadapi lonjakan permintaan konsumen pada masa menjelang lebaran. Namun kondisi tersebut tidaklah sama dengan kondisi yang terjadi saat ini. Dalam beberapa bulan terakhir ini, negara kita telah dihantam oleh badai pandemi Covid-19 yang jelas berpengaruh pada perekonomian kita, terutama pada penurunan konsumsi masyarakat. Mari kita ulas lebih detail mengenai hal ini, terutama kaitannya dengan peluang bagi penyedia jasa logistik pasca lebaran di masa pandemi Covid-19.

Kondisi Sebelum Lebaran

Masa sebelum lebaran pada pandemi Covid-19 ini tampak jelas berpengaruh terhadap negara Indonesia. Sebelum pemerintah menyatakan bahwa Covid-19 mulai mewabah di Indonesia, diawali dengan negara China yang lebih dahulu menyatakan tentang pandemi ini, dan bahkan menjadi episentrum awal. Beberapa dampak yang tampak nyata adalah beberapa kota di China dan di negara lainnya memberlakukan lockdown. Efek dari lockdown, terutama dari negara China sangatlah berpengaruh terhadap Indonesia. Yang pertama, China adalah negara asal impor terbesar bagi Indonesia, terutama untuk impor bahan baku produksi. Di sisi lain, China juga menjadi negara tujuan ekspor terbesar Indonesia. Dengan pemberlakuan lockdown tersebut, otomatis juga mempengaruhi aktifitas ekspor dan impor ke China. Belum lagi dengan negara lain yang juga memberlakukan pembatasan serupa seperti Amerika Serikat, Korea, danJepang. Efek dari berkurangnya ekspor dan impor ini bagi logistik adalah penurunan aktifitas logistik yang signifikan, mulai dari kegiatan pengapalan, distribusi barang hingga penyimpanan barang.

Pengaruh Terhadap Konsumsi Masyarakat

Photo by Andhika Y. Wiguna on Unsplash

Tidak hanya berpengaruh terhadap aktifitas ekspor dan impor, tetapi juga berpengaruh terhadap kegiatan logistik di dalam negeri. Dengan berkurangnya impor, terutama untuk bahan baku mengakibatkan produsen menurunkan produktifitasnya, sehingga kuantitas barang yang yang diedarkan juga menurun. Selain itu, setelah Indonesia memberlakukan berbagai protokol kesehatan untuk menghadapi pandemi Covid-19. Misalnya dengan bekerja dan sekolah dari rumah, pembatasan jam operasional hingga penutupan mall, penutupan tempat wisata, pemberlakukan jam malam dan sebagainya membuat konsumsi masyarakat juga menurun tajam.

Efek ini ternyata berlanjut hingga masa ramadhan dan lebaran tiba. Seiring dengan tidak membaiknya kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia, peningkatan konsumsi di masyarakat menjadi tidak membaik di masa ramadhan. Apalagi sudah jauh-jauh hari, pemerintah melarang masyarakat untuk mudik, menambah daftar penyebab konsumsi masyarakat yang turun.

Dampak terhadap logistik jelas sangat terasa. Jika pada tahun lalu, dengan tingkat konsumsi yang selalu meningkat di bulan ramadhan hingga lebaran tiba, ditambah lagi dengan adanya THR dan pemberian gaji ke-13 dari pemerintah kepada PNS menstimulasi peningkatan konsumsi masyarakat di bulan ramadhan saat ini kondisi tersebut tidak terjadi. Selain itu, produsen juga memilih wait and see untuk melakukan movement seperti ekspansi pasar ataupun produk misalnya. Dengan penurunan konsumsi ini membuat mobilitas distribusi barang menjadi turun secara signifikan.

E-commerce Yang Berjaya

Yang menarik, meski secara global kita melihat ada penurunan konsumsi masyarakat, namun ada satu channel baru yang menjadi meningkat tajam pada masa pandemi Covid-19 ini, yaitu sektor e-commerce atau perdagangan elektronik. Beruntung environment e-commerce sudah terbentuk jauh beberapa tahun sebelumnya. Bahkan banyak penyelenggara e-commerce yang besar ditandai dengan investasi besar pada perusahaan tersebut atau yang dikenal dengan unicorn. Dengan adanya berbagai pembatasan seperti penutupan mall ataupun akses yang berbatas serta dengan pertimbangan protokol kesehatan lainnya, maka peningkatan transaksi online meningkat tajam. Rangkaian logistik yang terkait dengan e-commerce seperti perusahaan kurir ataupun pergudangan juga mendapatkan berkah dari hal ini.

Logistik Menghadapi Pandemi Covid-19

Photo by Max Böhme on Unsplash

Beberapa yang dilakukan di sektor logistik misalnya melakukan lay-off untuk beberapa tenaga kerja baik di bagian transportasi maupun pergudangan. Strategi lainnya adalah memberlakukan kerja dari rumah yang diharapkan dapat mengurangi biaya operasional yang berhubungan dengan aktifitas kantor. Selain itu, strategi lainnya adalah melakukan restrukturisasi hutang dan piutang. Misalnya dengan meminta mundur jatuh tempo hutang ataupun meminta percepatan pembayaran piutang.

Namun bagi perusahaan penyedia jasa logistik hal ini mempunyai dampak yang besar. Core utama bisnis yang dijalankan adalah kegiatan logistik, sementara yang terjadi adalah penurunan kegiatan logistik maka mau tidak mau perusahaan penyedia jasa logistik harus melakukan efisiensi pada organisasinya. Ini kita bicara perusahaan penyedia jasa logistik secara global, meski ada juga perusahaan logistik yang berhasil memanfaatkan momen pandemi Covid-19 ini seperti perusahaan kurir misalnya. Yang dilakukan oleh perusahaan penyedia jasa logistik dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini misalnya melakukan pengurangan tenaga kerja, mengurangi kendaraan operasional misalnya dengan menjual ataupun mengurangi jumlah kendaraan yang disewa. Di sisi finansial, perusahaan penyedia jasa logistik akan berusaha menjaga cash flow dengan memastikan bahwa piutang dapat tertagih dengan tepat waktu atau jika bisa meminta percepatan pembayaran piutang dan meminta penundaan pembayaran hutang.

Kinerja Pasca Lebaran

Beberapa hari lalu, saya mendapatkan sebuah grafis dari bapak Rudy Sangian tentang port call di 2 pelabuhan besar di Indonesia yaitu Tanjung Priok dan Tanjung Perak.

Dari grafik tersebut menunjukkan pada bulan Mei 2020 adanya penurunan pada tingkat port call di pelabuhan Tanjung Priok. Namun yang menarik adalah hal yang sebaliknya malah terjadi kenaikan yang signifikan di pelabuhan Tanjung Perak.

Meski tidak bisa secara pasti menggambarkan berapa banyak throughput kontainer di pelabuhan tersebut, namun kita dapat mengasumsikan jumlah port call tersebut akan inline dengan jumlah kontainer. Artinya ketika ada penurunan ataupun peningkatan port call, hal tersebut akan seiring dengan troughput kontainernya. Sebagai pembanding, berikut ini adalah paparan dari Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo II/IPC Arif Suhartono tentang troughput kontainer di pelabuhan yang dikelola oleh pelindo.

“Arus peti kemas turun 4,8 persen atau 2,37 juta TEUs sampai dengan April 2020 sedangkan tahun lalu pada periode sama mencapai 2,49 juta TEUs,” kata Arif dalam diskusi virtual bersama Forum Wartawan Perhubungan (Forwahub) di Jalarta, Rabu 20 Mei 2020.

Pikiran Rakyat

Sekali lagi, saya tidak bisa menyampaikan secara detail berapa volume pastinya di kedua pelabuhan tersebut karena keterbatasan data. Namun sebagai pembanding, saya bisa sampaikan bahwa memang ada penurunan troughput kontainer secara keseluruhan di Indonesia, namun secara khusus di pelabuhan Tanjung Perak malah terjadi peningkatan.

Membandingkan Data Ekspor dan Impor Dengan Troughput Kontainer

Photo by ELEVATE from Pexels

Untuk melihat lagi lebih dalam tentang troughput kontainer ini, kita bisa memakai data dari Biro Pusat Statistik berikut ini. Yang pertama adalah tentang nilai ekspor Indonesia hingga bulan April 2020.

Nilai ekspor Indonesia April 2020 mencapai US$12,19 miliar atau menurun 13,33 persen dibanding ekspor Maret 2020. Demikian juga dibanding April 2019 menurun 7,02 persen.

Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–April 2020 mencapai US$53,95 miliar atau meningkat 0,44 persen dibanding periode yang sama tahun 2019, demikian juga ekspor nonmigas mencapai US$51,07 miliar atau meningkat 3,19 persen.

Menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari–April 2020 naik 7,14 persen dibanding periode yang sama tahun 2019, demikian juga ekspor hasil pertanian naik 15,15 persen, sementara ekspor hasil tambang dan lainnya turun 16,72 persen.

Ekspor nonmigas April 2020 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu US$2,21 miliar, disusul Amerika Serikat US$1,29 miliar dan Jepang US$1,04 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 39,24 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa (27 negara) sebesar US$1,04 miliar.

Menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari–April 2020 berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$8,97 miliar (16,63 persen), diikuti Jawa Timur US$6,72 miliar (12,45 persen) dan Kalimantan Timur US$4,99 miliar (9,24 persen).

BPS

Biro Pusat Statistik juga menunjukkan nilai impor Indonesia pada bulan April 2020 sebagai berikut:

Nilai impor Indonesia April 2020 mencapai US$12,54 miliar atau turun 6,10 persen dibanding Maret 2020, demikian juga apabila dibandingkan April 2019 turun 18,58 persen.

Impor nonmigas April 2020 mencapai US$11,68 miliar atau turun 0,53 persen dibanding Maret 2020 dan jika dibandingkan April 2019 juga turun 11,24 persen.

Impor migas April 2020 mencapai US$0,85 miliar atau turun 46,83 persen dibanding Maret 2020, demikian juga apabila dibandingkan April 2019 turun 61,78 persen.

Penurunan impor nonmigas terbesar April 2020 dibanding Maret 2020 adalah golongan logam mulia, perhiasan/permata sebesar US$225,2 juta (91,54 persen), sedangkan peningkatan terbesar adalah golongan ampas/sisa industri makanan sebesar US$143,8 juta (72,41 persen).

Tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari-April 2020 ditempati oleh Tiongkok dengan nilai US$12,66 miliar (27,81 persen), Jepang US$4,81 miliar (10,57 persen), dan Singapura US$2,94 miliar (6,46 persen). Impor nonmigas dari ASEAN US$9.190,8 juta (20,19 persen), sementara dari Uni Eropa US$3.739,4 juta (8,22 persen).

Nilai impor seluruh golongan penggunaan selama JanuariApril 2020 mengalami penurunan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan terjadi pada golongan barang konsumsi, bahan baku/penolong, dan barang modal masing-masing 0,02 persen, 7,30 persen, dan 14,12 persen.

BPS

Melihat data arus ekspor dan impor Indonesia yang disajikan oleh Biro Pusat Statistik tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa memang terjadi penurunan baik di arus ekspor maupun impor. Selanjutnya mari kita petakan dengan mengkomparasi ketiga data tersebut.

Peluang Bagi Penyedia Jasa Logistik

Photo by Craig Adderley from Pexels

Dari tiga sumber data tersebut, kita bisa melihat meski secara global terjadi penurunan secara global di arus ekspor dan impor, namun kita masih bisa untuk menggali peluang bagi penyedia jasa logistik pasca lebaran di masa pandemi Covid-19 ini.

Yang pertama adalah dengan semakin membaiknya penanganan Covid-19, terutama di negara China, membuat kita semakin optimis bahwa roda perekonomian Indonesia akan semakin baik. China yang saat ini sudah membuka lockdown-nya sangat berpengaruh bagi Indonesia, terutama jika dikaitkan dengan negara asal impor, dimana China menjadi negara asal impor terbesar Indonesia. Di sisi lain, China juga menjadi negara tujuan ekspor terbesar Indonesia. Dengan demikian, kebutuhan bahan dasar yang dicukupi melalui impor dari China bisa terpenuhi, sehingga para produsen juga mulai berani melakukan produksi karena terjaminnya bahan baku. Sementara untuk ekspor juga berlaku hal yang sama. Para produsen mulai menjalankan produksi secara normal untuk barang-barang yang berorientasi ekspor. Dengan semakin membaiknya di sisi manufakturing, pastinya sektor logistik akan mengikutinya. Hal ini bisa menjadi angin segar bagi penyedia jasa logistik.

Yang kedua adalah prospek di daerah Jawa Timur. Dari data yang disampaikan oleh bapak Rudi Sangian, menunjukkan peningkatan pada port call Tanjung Perak, dimana Tanjung Perak adalah pelabuhan yang melayani mayoritas domestik, terutama ke wilayah Indonesia Timur. Peningkatan port call ini dapat menjadi beberapa kemungkinan indikasi sebagai berikut:

Namun secara pasti, saya bisa katakan bahwa telah terjadi peningkatan kegiatan logistik di Jawa Timur. Dengan asumsi indikasi tersebut, maka penyedia jasa logistik dapat memasuki pasar-pasar sebagai berikut:

Demikian peluang bagi penyedia jasa logistik pasca lebaran yang bisa diambil. Meski jika melihat tren pada tahun-tahun sebelumnya terjadi penurunan kinerja logistik di Indonesia, namun harapan kita bahwa kinerja logistik di Indonesia justru dapat meningkat di pasca lebaran ini. Semoga ulasan ini dapat bermanfaat dan menjadi informasi yang berguna buat Anda semua.

Exit mobile version