Indonesia saatnya memikirkan sistem logistik pertanian yang efektif.
Kenyataannya, kita mendapati bahwa kondisi sesungguhnya di negara Indonesia secara nyata terjadi. Misalnya kondisi lahan pertanian yang semakin sempit. Kebijakan yang tidak memihak pada petani, misalnya pada pemenuhan bibit dan pupuk. Kesemua ini menimbulkan keadaan dimana Indonesia gagal dalam memenugi kebutuhan dalam negeri. Lebih fatalnya lagi, untuk keadaan ke depan, pemerintah sering gagal dalm memproyeksikan kebutuhan pangan. Akibatnya stok menipis dan berimbas pada dibukanya kebijakan impor dan naiknya harga komoditi pangan di pasar. Badan Usaha Logistik (BULOG) yang semestinya menjadi tumpuan pemerintah dalam pengelolaan logistik nasional hanya menjadi badan penyalur saja.
Untuk itu pemerintahan saat ini perlu melakukan langkah taktis agar permasalahan pangan ini tidak berulang. Salah satunya adalah perlunya dibuat suatu rekayasa pada komoditi pertanian dengan mengadakan riset-riset yang komprehensif agar dapat memenuhi minimal kebutuhan dalam negeri. Selain itu perlu dibuat suatu sistem logistik pertanian yang efektif. Sistem logistik pertanian secara nasional ini dibuat secara komprehensif dengan melakukan mapping terhadap kondisi geografis, demografi serta faktor sosi-antropologis masyarakat Indonesia. Mengapa perlu demikian, karena kompleksitas yang ada di negara kita memang cukup tinggi. Oleh sebab itu, sebagai komponen kebutuhan utama, pangan haruslah dipikirkan secara serius dan berlandaskan pada kepentingan rakyat banyak.
Alternatif lain yang bisa dilakukan adalah memilih tanaman yang bernilai jual tinggi, sehingga mampu menggerakkan perekonomian masyarakat.
Road Map Pemerintah Jokowi
kesadaran akan pentingnya suatu sistem logistik pertanian nasional sebetulnya sudah dipikirkan semenjak negara kita berdiri. Kesadaran akan kecukupan pemenuhan kebutuhan untuk dalam negeri adalah hal yang menjadi topik utama. Sayangnya kebijakan yang berlandaskan pada perlunya sistem logistik pertanian tersebut berganti-ganti, seiring dengan pergantian kepala pemerintahan. Jika dalam pemerintahan presiden Soeharto kita sempat mendapatkan predikat swasembada pangan, saat ini justru kita harus melakukan import beberapa komoditas.
Memang kondisi pada saat ini berbeda dengan keadaan pada saat itu, justru itulah diperlukan suatu sistem logistik pertanian nasional yang komprehensif dan bukan berdasarkan pada kepentingan jangka pendek, akan tetapi kepentingan jangka panjang. Memang beralihnya pola pemerintahan menjadi presidensial seperti yang diamanatkan dalam amandemen UUD 1945 membuat hilangnya sebuah road map jangka panjang seperti yang disusun di dalam GBHN. Oleh karena itu dari sisi kebijakan harus diatur, bahwa kebijakan negara haruslah berlandaskan pada kepentingan rakyat bukan kepentingan rezim yang memerintah pada saat itu saja.