Bagi kita yang berjbaku di dalam dunia application developer, salah satu tantangan terbesar adalah mempertemukan antara rangkaian kebutuhan fungsional dari aplikasi, desain (baik user interface maupun user experience) dengan pengalaman nyata pemakai aplikasi kita.
Saya sering mendapati pertanyaan yang paling mendasar oleh user pada saat pertama kali user memakai aplikasi adalah pertanyaan mengenai tutorial. Betul, sebuah tutorial memang sangat perlu, terutama untuk aplikasi yang mempunyai fungi puluhan bahkan ratusan. ERP SAP misalnya, dalam satu modulnya saja, tutorialnya bisa sampai beratus-ratus halaman.
Tapi, pernahkah kita membaca tutorial aplikasi Facebook, twitter, atau microsoft word? Ternyata sebagian besar dari kita tidak pernah membaca tutorialnya, bahkan menanyakannya sajapun tidak.
Inilah efek psikologis sebuah teknologi. Seperti berkali-kali yang pernah saya sampaikan, di dalam penerapan teknologi hanya ada 2 jalan, Push Technology atau Pull Technology. Push Technology dalam lingkup pengembangan aplikasi adalah, pengembang memberikan aplikasi kepada user dengan model dan desain yang dikembangkan oleh pembuat aplikasi tersebut. Sementara pull technology, pengguna membutuhkan aplikasi tersebut.
Dalam kasus Facebook, tentu proses pull technology yang terjadi. Bakalan dibilang gak gaul jika tidak mempunyai akun facebook. Dan pengguna pertama Facebook pun tidak pernah membaca how to-nya, tetapi learning by doing.
Jadi secara psikologis, sebuah aplikasi akan diterima oleh pengguna, jika aplikasi tersebut akan membantu penggunannya. Bahkan sesulit apapun aplikasi itu, maka mau tidak mau pengguna akan memakainya.