Wah si Anu mengundurkan diri, si Ani mengundurkan diri. Padahal…. Padahal….
Bagi rekan kerja yang lain tentu banyak yang jadi bertanya-tanya, mengapa seseorang mengundurkan diri dari pekerjaannya sekarang? Begitu pula mungkin dari manajemen akan bertanya-tanya. Tapi sebenarnya ada juga lho manajemen yang berharap pekerjanya sesegera mungkin mengundurkan diri, hmmmmm kapan ya elo mengundurkan diri, hahahaha. Tapi ini realitanya lah.
Kalau dari sisi pekerja, tentu banyak hal yang mengakibatkan seorang pekerja resign. Misalnya ketidaknyamanan dalam bekerja. Ketidaknyamanan ini bisa timbul karena merasa kekurangancocokan salary yang didapat. Misalnya karena merasa salary yang diterima tidak sepantar dengan beban kerja yang dikerjakan. Ataupun merasa salarynya lebih kecil dengan rekan pekerja yang lain, padahal beban dan tanggung jawabnya sama. Ada juga yang merasa kondisi di tempat kerja sudah tidak nyaman. Kondisi ini misalnya dicontohkan dengan hubungan dengan rekan pekerja, hubungan dengan atasan ataupun juga bisa jadi hubungan dengan bawahan. Bisa juga karena si pekerja merasa sudah tidak dihargai lagi kontribusinya di perusahaan tersebut, semua yang dilakukannya jadi serba salah.
Banyak hal sebenarnya yang menyebabkan seseorang mengundurkan diri. Tapi cerita di atas saya dapatkan baik dari pengalaman saya (yang juga sering resign, hahaha) ataupun beberapa alasan dari teman yang mengundurkan diri. Sebelum mengundurkan diri, pekerja yang mengalami hal di atas biasanya akan menampakkan gejala-gejalanya, ini sih sepengamatan saya mengamati rekan-rekan yang akan resign. Kita bisa lihat mulai dari body language atau verbal languagenya beberapa saat sebelum hari H pengunduran diri. Makanya mas bro, saya gak pernah heran kalau si Anu ini mengajukan pengunduran diri. Bahkan sering aja saya buat tebak-tebakan buat diri saya, dan mostly selalu tepat.
Nah, jika sudah kejadian seperti ini maka sikap manajemen biasanya akan memuluskan jalan pekerja yang akan resign, ini terutama yang sudah gak disukai nih sama manajemen. Yang kedua akan mempertahankan pekerja tersebut, dengan asumsi segala loyalitas, kemampuan dan sebagainya. Dari sini, manajemen berperan sebagai pemadam kebakaran yang memilih akan memadamkan apinya atau biarkan terbakar. Biasanya manajemen yang memadamkan api akan menawarkan beberapa hal seperti perubahan salary ataupun reposisi atau juga beberapa fasilitas lainnya.
Namun, terkadang apa yang ditawarkan tidak match dengan apa yang sebetulnya terjadi pada pekerja tersebut dan pekerja tetap keukeuh untuk mengundurkan diri. Memang namanya saja manusia, terkadang susah ditebak keinginannya. Kayak ada orang yang lapar kita kasih nasi pecel, ehh ternyata orangnya gak doyan makan pecel, dan gak dimakanlah pecel itu meski orang itu sudah lapar banget.
Sampai-sampai ada pandangan begini dari kaum pekerja kepada manajemennya, “Hai manajemen, mengertilah terhadap para pekerjamu”. Sedangkan dari manajemen akan berkata demikian terhadap pekerjanya “Hai pekerja, tunjukkan loyalitas untuk membangun perusahaan ini, maka engkau akan mendapatkan semua yang layak engkau dapatkan”. Di Kondisi ini, kemauan pekerja dan kemauan manajemen bisa klop, tapi terkadang malah seperti kemauan pekerja jalan ke kiri, sementara kemauan manajemen jalan ke kanan. Aku ke kiri kamu ke kanan. Lalu kapan kita bertemu?