Kemarin sabtu, saya menyempatkan diri untuk berkunjung ke Tunjungan Plaza Surabaya. Saya melihat sebuah pemandangan yang cukup mencolok, sebuah antrian panjang yang melingkar di depan sebuah toko sepatu terkenal.
Apa yang terjadi? Ternyata, toko tersebut sedang mengadakan diskon besar-besaran, dan para pelanggan dengan antusias berbaris, sabar menunggu giliran mereka untuk masuk. Sepintas, saya sempat berpikir, “Apakah saya harus ikut antri? Bagaimana jika saya melewatkan kesempatan ini?” Pikiran seperti itu, bagi banyak orang, biasa disebut dengan istilah Fear of Missing Out atau FOMO. Tapi, apakah benar ini FOMO, atau sebenarnya ini adalah kesempatan yang tak boleh dilewatkan?
Fenomena FOMO di Dunia Modern
Sebelum kita berbicara lebih jauh tentang apakah diskon besar ini benar-benar sebuah kesempatan atau hanya jebakan FOMO, mari kita bahas dulu apa itu FOMO. FOMO adalah ketakutan akan kehilangan pengalaman, informasi, atau keuntungan yang orang lain mungkin dapatkan. Di era media sosial yang terus-menerus membombardir kita dengan gambar dan cerita kesuksesan orang lain, FOMO menjadi fenomena yang sangat nyata. Kita sering kali merasa tertekan untuk ikut-ikutan, takut ketinggalan tren terbaru, atau kehilangan momen yang sedang jadi pembicaraan.
Coba bayangkan, Anda membuka Instagram dan melihat teman-teman Anda memamerkan sepatu baru mereka, hasil dari diskon besar yang hanya berlangsung hari itu. FOMO mulai merayap, dan tiba-tiba Anda merasa harus bergegas ke toko itu, khawatir barangnya habis sebelum Anda sempat mendapatkannya. Perasaan inilah yang mendorong begitu banyak orang untuk mengantri selama berjam-jam demi sebuah produk yang mungkin tidak mereka butuhkan, tapi terlihat begitu menggoda karena kata “diskon” terpampang di mana-mana.
Keputusan Bijak atau Sekedar Ikut-ikutan
Kembali ke Tunjungan Plaza, saya mencoba menganalisis situasi itu lebih dalam. Di satu sisi, diskon besar memang terdengar seperti kesempatan bagus. Apalagi jika sepatu yang sedang didiskon adalah merek terkenal yang kualitasnya tak diragukan lagi. Siapa yang tidak mau mendapatkan barang bagus dengan harga lebih murah, bukan? Tapi, di sisi lain, ada juga jebakan psikologis yang bermain di kepala kita. Diskon sering kali memicu perilaku impulsif, membuat kita merasa harus membeli sekarang juga, atau kita akan kehilangan sesuatu yang berharga.
Saat saya berdiri di dekat antrian itu, saya melihat beberapa orang yang sudah keluar dari toko dengan kantong-kantong besar. Raut wajah mereka ada yang penuh kegembiraan, tapi ada juga yang tampak biasa saja, mungkin sedikit kelelahan. Di titik itu, saya bertanya-tanya, apakah mereka benar-benar mendapatkan barang yang mereka butuhkan, atau mereka hanya terbawa arus?
Strategi Menghindari FOMO
Jadi, bagaimana caranya agar kita tidak terjebak dalam situasi seperti ini? Satu strategi yang bisa kita gunakan adalah dengan selalu bertanya pada diri sendiri: Apakah saya benar-benar butuh barang ini, atau saya hanya tergoda karena diskonnya? Jika jawaban Anda cenderung mengarah ke “hanya tergoda,” mungkin lebih baik Anda menahan diri dan berpikir ulang.
Satu lagi tips yang cukup efektif adalah membuat daftar barang-barang yang benar-benar Anda butuhkan sebelum berangkat berbelanja. Dengan begitu, Anda bisa lebih fokus dan tidak mudah terpengaruh oleh diskon yang terlihat menggoda. Jika barang yang didiskon memang ada dalam daftar kebutuhan Anda, maka Anda bisa menganggap itu sebagai kesempatan. Tapi jika tidak, mungkin Anda hanya terbawa arus FOMO.
FOMO atau Kesempatan?
Fenomena diskon besar memang selalu menarik perhatian, dan tidak ada yang salah dengan memanfaatkannya selama kita tetap bijak. Apa yang saya lihat di Tunjungan Plaza Surabaya bisa menjadi cerminan dari dua sisi manusia modern: ada yang melihat ini sebagai peluang untuk berhemat, dan ada yang sekadar tidak ingin merasa tertinggal.
Jadi, lain kali Anda melihat antrian panjang di depan toko yang menawarkan diskon besar, coba tanyakan pada diri Anda: Apakah ini benar-benar kesempatan yang layak Anda perjuangkan, atau hanya FOMO yang menipu Anda? Pada akhirnya, keputusan ada di tangan Anda, dan menjadi bijak dalam mengelola perasaan serta kebutuhan adalah kunci utama untuk terhindar dari jebakan konsumtif yang tidak perlu.