Saya tergelitik ketika membaca berita terntang dijatuhkannya sanksi terhadap persepakbolaan Indonesia dari FIFA. Ada pro dan kontra mengenai keputusan ini. Ada yang menyalahkan campur tangan Menpora, ada yang mendukung sanksi karena merasa persepakbolaan Indonesia sudah kronis dan banyak yang perlu dibenahi. Beberapa hari sebelumnya, media menyoroti kehidupan pelaku sepakbola mulai dari pemain, pelatih atau pemilik klub pasca pembekuan oleh PSSI.
Pro dan Kontra
Disitulah keadilan itu diperbincangkan. Sebagai lambang keadilan, dirupakan dalam bentuk seseorang yang ditutup matanya dengan membawa timbangan. Apakah sebegitu mudahnya mengukur keadilan itu. Berapa banyak konflik, pertikaian yang bermula dari kata ini. Ada yang berujung dengan damai, ada yang masih berkonflik melalui pengadilan, ada yang mengerahkan kekuatan dan kekuasaannya, ada pula yang saling berdiam diri.
Sangat sulit mengukurnya.
Di sekitar kita juga sering mengalami kompleksitas dalam pengukuran keadilan. Demi siapakah keadilan itu?
Di sinilah semua berpangkal. Sering keadilan itu berawal dari ego, rasa tidak puas terhadap kondisi yang dialami oleh diri kita sendiri. Selanjutnya berkembang dengan melihat, memperbandingkan di sekitar kita. Membandingkan dengan kondisi lawan politik, membandingkan dengan kondisi rekan kerja. Lalu timbullah apa yang dinamakan iri terhadap kondisi yang lebih baik, padahal sesungguhnya banyak yang mengalami kondisi yang lebih buruk dari kita.
Berkelompok maka bisa kuat
Setelah mendapatkan mindset tentang ketidakadilan, mulailah untuk melakukan kasak-kusuk agar memperkuat posisinya, menyebarkan pemikiran-pemikiran yang dianggap benar oleh masing-masing pihak. dan dimulailah peperangan memperebutkan keadilan.
Ayo kembali ke awal
Betul, ayo kembali ke awal. Jika anda merasa anda mengalami ketidakadilan, ayo kembali ke awal, kembali ke titik 0. Mulai dari anda berdiri. Kondisi yang anda alami saat ini, tidak serta merta terjadi. Ada proses yang telah berjalan sehingga kondisi menjadi seperti sekarang.
Yang anda harus lakukan
Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, ayo kembali ke awal. Isi kembali pikiran positif untuk lebih maju, untuk harapan yang lebih baik di masa depan. Yakinlah, perbuatan, pikiran positif yang anda lakukan lebih baik daripada anda harus memperjuangkan keadilan dalam definisi anda.
Hari ini, saya mau belajar bahwa keadilan itu bukanlah adil menurut mindset dan pemikiran saya. Keadilan adalah membuat sesuatu yang lebih baik lagi untuk kehidupan ini, bukan untuk saya saja.