NEW!Referensi istilah di supply chain dan logistik Buka di sini
Tulisan Lepas

Artikel: Be An Authentic Leader!

5 Mins read

Hore, Hari Baru! Teman-teman.

Betapa seringnya kita menasihatkan “jadilah dirimu sendiri!”. Tapi berapa kali kita mengatakan itu kepada diri kita sendiri? Seolah kalimat itu tidak lagi cocok bagi mereka yang berlabel pemimpin. Padahal, justru pemimpinlah yang paling membutuhkan nasihat itu. Jika tidak, mereka hanya akan diombang-ambing oleh system nilai dan terori-teori dari luar. Coba saja ingat kembali; bukankah dalam setiap training kepemimpinan kita disodori dengan teori tambahan padahal training-training yang lalu pun belum kita implementasikan? Semakin banyak teori malah semakin membingungkan. Sesekali, cobalah untuk melupakan semua pelajaran canggih itu; dan jadilah diri sendiri. Memimpinlah dengan cara Anda sendiri. Saya tahu, Anda akan dikritik. Tetapi, sejauh yang masih saya ingat; tidak satupun teori kepemimpinan yang bisa benar-benar membantu bagaimana membagi waktu untuk mengembangkan orang-orang yang kita pimpin ditengah bertumpuknya agenda lain.

Jika hanya punya satu atau dua bawahan, mungkin tidak terlampau berat. Tetapi jika belasan atau puluhan? Benar, kita bisa memperkecil span of control dengan cara membuat ‘layer’ baru diantara kita dengan mereka. Namun, nyatanya kita tidak bisa mengandalkan proses pengembangan dengan cara itu. Makanya ketika bekerja, saya lebih memilih struktur horizontal daripada vertikal. Cara itu bukannya tanpa kritikan, misalnya; terlalu mengontrol atau tidak mau mendelegasikan. Faktanya, banyak pemimpin dunia atau perusahaan yang sukses dengan struktur organisasi yang sedatar mungkin. Sedangkan organisasi yang semakin vertical, menimbulkan birokrasi yang panjang, membentuk kerajaan-kerajaan kecil dan kelambanan pengambilan keputusan. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar tentang bagaimana caranya mengembangkan bawahan ditengah tebatasnya waktu yang kita miliki; saya ajak untuk memulainya dengan mempraktekkan 5 kemampuan Natural Intelligence berikut ini:

1.      Memetakan kekuatan masing-masing karyawan. Jika tujuan Anda hanya pergi ke suatu tempat yang sudah Anda kenali tikungan dan jalan tikusnya, Anda tidak membutuhkan peta. Tetapi perjalanan mengembangkan karyawan bukanlah rute mudah seperti itu. Mengapa? Karena bahkan setelah bertahun-tahun bekerja bersama mereka pun belum tentu Anda benar-benar mengenal mereka. Beruntung jika Anda punya budget untuk melakukan talent mapping. Lebih beruntung lagi jika budget itu tidak ada, sehingga sekarang Anda punya kesempatan untuk menguras seluruh kemampuan kepemimpinan Anda. Gunakan tangan kosong saja? Tapi kan tidak akan akurat? Hey, siapa bilang? Hasil test lembaga yang keren dan mahal pun belum tentu akurat. Percayalah, I have gone through those kinds. Bahkan sekalipun hasil pemetaan itu akurat, kemudian hanya diparkir di laci-laci lemari kita bukan? Jadi, jangan takut untuk melakukan sesuatu sekalipun harus dengan tangan kosong. Justru dengan begitu, Anda memiliki alasan untuk menuntaskannya karena hal itu menggelitik sense of belonging Anda. Ini proyek gue. Maka mesti gue rawat beneran.

2.      Memberdayakan mereka sesuai hasil pemetaan Anda. Hasil pemetaan yang Anda lakukan itu sangat membantu untuk memberdayakan mereka sesuai dengan tingkatannya masing-masing. Misalnya, seseorang berkata kepada saya; “Ingin Menjadi Product Manager, Pak.”  Saya periksa compatibility-nya dengan hasil pemetaan itu; cocok. Maka saya bisa meminta komitmen dia untuk melakukan ‘what ever it takes’ untuk menjadi Product Manager. Saya harus lakukan itu meskipun itu berarti dia akan pindah ke departemen lain. Yang lain berkata; “Saya disini saja sama Bapak,” Maka saya katakan;”Kalau elu kerja hanya karena orang lain, elu nggak bakalan jadi apapun.  Apa lagi elu tahu gue nggak bakal lama-lama tinggal disini.” Lalu dia bilang;”Tapi saya suka dengan bidang ini.” Nah, kalau itu lain. Maka sejak itu saya bisa pegang komitmen yang lebih tinggi darinya. “Kalau elu mau jadi Product Manager, elu mesti bisa apa? Kalau elu mau jadi Research Manager, elu mesti bisa apa? Kalau elu mau jadi bla-bla-bla manager, elu mesti bisa apa?” Pertanyaan standard itu menghasilkan jawaban yang berbeda. Namun dari perbedaan jawaban itulah saya mendapatkan komitmen dari mereka untuk melakukannya tanpa mesti disuruh-suruh lagi.

3.      Mengembangkan mereka melalui proses pengembangan orang lain. Dari sejumlah orang yang saya tanya “elu mau jadi apa?” hanya sedikit yang tidak menyebutkan kata ‘Manager’. Bahkan ada yang cukup bernyali untuk mengatakan ‘Mau menggantikan elu, Dang.” Lumayan, ada juga penggemar saya rupanya, hahaha. Jawabannya bisa berbeda. Tetapi intinya sama, yaitu; mereka ingin menjadi pemimpin. Sekarang saya buka lagi hasil pemetaan tadi, lalu saya lihat apa yang saya mau mereka lakukan untuk diri mereka sendiri. Diantara mereka ada yang sudah waktunya ‘praktek’ menjadi ‘coach’. Ada juga yang belum siap, atau memang tidak perlu. Maka sekarang, saya punya cukup orang yang bisa menjadi ‘team coach’ bagi semua karyawan di team saya. Sulitkah untuk mendapatkan komitmen mereka? Tidak. Saya hanya mengatakan; “Untuk meraih jabatan yang elu mau, elu pade mesti belajar meng-coach orang lain.” Kalimat itu bisa diterima pikiran dan perasaan, bukan? Lalu kami duduk bersama, melihat berapa total jumlah orang yang perlu di coach di team kami. Kemudian membagi jumlah mereka sama rata. Saya? Meng-coach orang tidak lebih banyak dari mereka. Sedangkan semua orang di team itu sekarang punya coach masing-masing. Anda mengembangkan mereka melalui proses pengembangan orang lain.

4.      Memastikan orang-orang kunci tetap Anda tangani sendiri. Tingkat kematangan setiap orang berbeda-beda. Tetapi, gagasan demokratisasi sering sekali menuntut yang tidak-tidak. Ditempat saya juga begitu. Bahkan ada yang berani protes segala. Ya tidak ada masalah jika argumennya benar. Tetapi, pengembangan orang-orang kunci harus Anda sendiri yang melakukannya. Makanya saya tidak give-up itu kepada orang lain. Saya keras kepada mereka yang saya coach langsung, jika saya rasa harus keras. Nangis juga tidak masalah, jika harus demikian. Ada yang sampai mengadu kepada atasan saya. Tetapi, atasan saya tahu apa yang sedang saya lakukan untuk ‘karyawan kesayangan saya itu’. Mungkin mereka menyadarinya belakangan setelah saya pergi. Atau mungkin tidak menyadarinya sama sekali. It doesn’t matter. Tetapi, Anda tahu telah melakukan sesuatu yang menurut Anda paling efektif untuk mempersiapkan mereka untuk meraih apa yang mereka sendiri inginkan. Saya yakin, para pemimpin hebat bukanlah mereka yang bersikap lembek. Melainkan mereka yang bersedia membayar apapun harganya; bahkan sekalipun mereka harus menuai kontroversi dan kecaman. Pelaut ulung tidak dilahirkan di samudera yang tenang. Kader yang tangguh juga demikian. Jadi, pastikan orang-orang kunci tetap Anda tangani sendiri.

5.      Mendokumentasikan catatan proses pengembangan. Dokumentasi itu sangat menyebalkan, memang. Tetapi, jika dituangkan dalam porsi yang tepat sangat membantu kita untuk melihat apa yang sudah dilakukan dan apa yang kita dapatkan. Kita tidak mungkin menghafal hal-hal seperti itu dengan lebih banyak lagi hal yang tak kalah pentingnya untuk dilakukan. Beberapa ‘coach’ terpilih tadi dibekali dengan selembar kertas berisi ruang-ruang kosong sederhana. Saya tidak memakai form coaching yang dibuat oleh para ahli yang complicated, melainkan saya membuatnya sendiri. This is my team. I know the needs better than any consultant on earth. Setiap kali mereka meng-coach seseorang, mereka harus menuliskan sesuatu, dan diverifikasi oleh orang yang dicoachnya. Saya membacanya secara random, tetapi menyimpan filenya dilemari sehingga bisa diakses kapan saja diperlukan. Jika terjadi pergantian leaderpun dokumen itu bisa membantu menyederhanakan proses hand-over.

Kita sering secara keliru diajari atau mempersepsikan bahwa proses pengembangan orang-orang yang kita pimpin itu sangat rumit dan kompleks. Ya memang begitu jika kita terlalu terpaku kepada pakem-pakem yang tertera dalam text book. Memang buku-buku management itu bagus. Tetapi apa bagusnya suatu metode jika tidak bisa diimplementasikan? Kalau saya diijinkan untuk menyarankan sesuatu, maka inilah saran saya; Jadilah diri Anda sendiri dalam memimpin. Boleh mendengarkan orang lain, tetapi terapkanlah metode kepemimpinan yang benar-benar Anda perlukan bagi team Anda sendiri. Meskipun Anda dituduh aneh; biarin saja. Ini team Anda. Maka Anda sendirilah yang harus menentukan teori atau metode mana yang patut Anda gunakan, atau ‘tanpa teori’ sama sekali. Jangan takut digugat;”teori kepemimpinan mana yang jadi landasan elu?!”. Jalan saja. Hey sebentar, saya mau membisikkan sesuatu; pemimpin seperti itu lho contoh ‘The Authentic Leader’ itu…

Mari Berbagi Semangat!

Dadang Kadarusman  – 1 Juli 2011

Master Trainer & Natural Intelligence Inventor

Website: http://www.dadangkadarusman.com

 Catatan Kaki:

Semua teori kepemimpinan yang bagus ya memang bagus. Tetapi tidak ada yang lebih bagus dari keteguhan hati seorang pemimpin yang bersedia menguras habis seluruh daya dirinya demi kebaikan orang-orang yang dipimpinnya.

Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain.

Follow DK on Twitter @dangkadarusman

1503 posts

About author
Saat ini bekerja di perusahaan home furnishing. Hobi jalan-jalan, makan dan bersepeda.
Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.