Ada saatnya manusia akan dihadapi pada suatu pilihan. Ada konsekuensi ketika memilih, dan kebanyakan manusia akan memilih jalan paling aman. Namun tidak dengan sang risk taker.
Sang risk taker memperjuangkan visinya, misinya, value-nya, tujuan hidupnya, mimpinya. Maka tidak akan ada jalan untuk mundur, tetap terus untuk maju berjuang dengan siap untuk menghadapi berbagai resiko yang akan muncul.
Terkesan konyol karena tidak memperdulikan apapun yang akan dihadapi. Namun sebenarnya malah sebaliknya. Justru para risk taker ini malah mempersiapkan dirinya untuk menghadapi berbagai resiko yang akan muncul. Mereka terus berlatih dan berlatih. Ujian resiko tidak pernah ada jadwalnya, dan mereka mempersiapkan dirinya untuk sewaktu-waktu menghadapi ujian resiko.
Tidak banyak sang risk taker yang ada di sekeliling kita. Begitu mereka muncul, kita biasanya hanya terheran saja, mengapa mereka mau mengambil resiko tersebut. Bahkan banyak dari risk taker justru berada di zona yang amat nyaman dengan ukuran kita. Namun mereka tetap berani mengambil resiko tersebut.
Saya mau contohkan salah sang risk taker kita, yaitu Nadiem Makarim. Sudah pasti hampir semua orang di Indonesia mengenal dirinya. sang pendiri perusahaan start-up yang berhasil menjadi salah satu Unicorn di Indonesia. Oke, mungkin kita hanya mengenal dirinya sebagai pemilik Gojek, tetapi kalau kita lihat ke belakang tentang apa yang dilakukannya, juga pilihannya untuk menerima pinangan presiden Joko Widodo untuk menjadi menteri Pendidikan dan Kebudayaan, hal tersebut sudah menandakannya sebagai sang risk taker.
Karir Nadiem Makarim
Catatan karirnya yang terekspos setelah lulus MBA dari Harvard adalah menjadi konsultan di McKinsey & Company, sebuah perusahaan konsultan besar di dunia. Namun rupanya jiwa risk taker Nadiem bergejolak, sehingga dia memilih untuk keluar dari perusahaan konsultan tersebut dan mendirikan Zalora di Indonesia, sebuah perusahaan dedengkot e-commerce di Indonesia. Bisa jadi Zalora inilah pembuka bisnis e-commerce di Indonesia. Selanjutnya Nadiem memilih mendirikan Gojek. Kebetulan salah satu kantor saya di Mampang berada dekat kantor Gojek, dan pada saat awal layanan Gojek hanya melalui telepon dan berada di sekitaran Mampang saja. Tentu jika diukur dari sisi pendapatan akan amat sangat jauh daripada ketika menjadi konsultan di McKinsey & Company. Namun Nadiem memilih untuk membesarkan Gojek dan percaya terhadap value yang dipunya Gojek akan dapat memberi manfaat nantinya. Dan hal itu terbukti.
Berani Mengambil Resiko
Oke, rasanya jika berbicara tentang bisnis, insting Nadiem tentu sudah amat sangat terasah. Namun yang terakhir ini ketika Nadiem mengambil posisi sebagai menteri Pendidikan dan Kebudayaan membuat saya tiba-tiba teringat tentang risk taker dan meyakinkan saya bahwa Nadiem ini adalah sang risk taker sejati. Bayangkan saja, menjadi seorang birokrat tentu berbeda jika dibandingkan menjadi seorang businessman. Jika dalam dunia bisnis, berbagai resiko bisa terukur dan bisa dilakukan pengambilan keputusan yang fleksibel. Namun berbeda jika berada dalam birokrasi. Setiap kebijakan haruslah sesuai dengan panduan Undang-undang ataupun Peraturan Pemerintah, tidak bisa seenaknya mengeluarkan kebijakan meski kebijakan tersebut sangat positif dan berdampak signifikan untuk rakyat Indonesia. Namun sebelum melakukan tersebut, selalu melihat apakah kebijakan tersebut tidak melanggar konstitusi yang sudah ada. Menariknya, seorang Nadiem Makarim mengambil resiko tersebut.
Secara pribadi saya tidak tahu pertimbangan apa yang sesungguhnya Nadiem ambil ketika menerima posisi sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan. Bisa jadi ini adalah ladang uji coba dirinya untuk menerapkan apakah gaya strategi bisnis yang telah berhasil dia terapkan baik di Zalora maupun Gojek bisa diterapkan untuk memajukan pendidikan Indonesia, khususnya melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Nadiem bukan sekedar hanya menerima posisi menteri tersebut tanpa persiapan. Terbukti di berbagai kesempatan, Nadiem sudah mengeluarkan gagasannya untuk mempersiapkan sumber daya manusia di Indonesia. Sekali lagi membuktikan, bahwa sang risk taker bukan secara konyol mengambil resiko, tetapi malah justru dengan persiapan yang matang mereka siap untuk mengambil kesempatan setiap saat.
Sekali lagi, jika anda ingin menjadi seorang risk taker, anda bisa belajar dari seorang Nadiem Makariem.